Perda ASI & Hak Perempuan

Perdebatan soal Perda ASI yang saya sendiri belum tahu isinya, memang serasa membicarakan kucing dalam karung. Kasus rancangan Perda ASI di Makassar yang sempet bikin heboh ini, 'katanya' mewajibkan ibu untuk menyusui. Kalau tidak menyusui artinya melanggar aturan. Kalau Perda ini kita mau persepsikan sebagai "keharusan menyusui yang kalau tidak ditaati, maka ibu-ibu akan dapat sanksi", maka ini akan jadi kompleks. Yang saya tahu, dari kasus Klaten misalnya, Perda ini akan mendorong semua tempat bekerja (kantor) maupun fasilitas publik menyediakan ruang untuk Ibu menyusui. Berikut kutipannya:

Menurut Roni, dalam draf peraturan ini diusulkan seluruh fasilitas umum harus menyediakan ruangan khusus untuk ibu menyusui sehingga pemberian ASI tetap bisa dilakukan. Selama ini banyak ibu yang terpaksa menunda pemberian ASI karena terganjal aktivitasnya atau pekerjaannya.

*Berita lebih lengkap, silakan periksa disini.

Baik Ibu dan Bayi punya hak asasi. Logikanya sama dengan kebebasan berbicara. Siapapun punya hak bicara, tetapi semua orang juga punya kewajiban untuk menghormati hak orang lain. Antar hak tidak boleh saling konflik, karena kalau terjadi begitu, kekacauan hasilnya. Ibu memang punya hak menentukan apakah ia akan menyusui atau tidak, itu memang hak asasi si Ibu. Di sisi lain, Konvensi Hak Anak Pasal 24 menyatakan bahwa anak (atau bayi) berhak atas standar kesehatan tertinggi yang dapat diadakan.

Kalau mau sedikit "gothak-gathuk", maka Pasal 24 ini menyatakan dengan jelas bahwa bayi punya hak untuk menyusu, karena ASI adalah asupan terbaik bagi bayi baru lahir, yang menentukan kelangsungan hidupnya kelak. Nah, ada hak Ibu, ada hak bayi. Maka pemerintah dengan Perda-nya pun tidak boleh melanggar hak para Ibu dan hak para bayi.

Masalahnya, dari siapa hak anak ini akan terwujud? Apakah harus dari Ibu Kandungnya? Nah, disini mungkin wilayah "abu-abunya." Kita mengenal istilah saudara "sepersusuan", karena bahkan dari jaman para nabi, kegiatan menyusu sudah berlangsung, dan tidak harus dari Ibu Kandungnya. Saya tidak tahu persis bagaimana ceritanya dalam kisah-kisah para nabi, tapi peristiwa itu ada. Mungkin juga karena si Ibu menderita penyakit tertentu yang menyebabkannya tidak mungkin menyusui. Tapi pada dasarnya, Hak anak bisa terpenuhi.

Yang paling esensial dari hal ini, menurut saya adalah hak hidup si anak. Dia berhak mendapat kehidupan yang layak di muka bumi ini. Dan itu sudah diatur oleh banyak sekali Undang-undang, yang juga masih belum banyak faedahnya di lapangan. Masih banyak anak jalanan, anak kurang gizi, dan seterusnya.

Jadi, santai saja soal kemana arah Perda ASI ini akan bergulir. Lha wong konvensi internasional aja masih suka dilanggar kok :D Akan ada perbaikan-perbaikan, jadi apapun hasilnya masih bisa dikritisi. Tapi saya setuju satu hal, bahwa ASI memang bukan milik negara, tapi milik (baca: hak) para bayi tak berdosa -yang sayang sekali- tidak bisa menuntut hak-nya untuk mendapat yang terbaik untuk dirinya.

Hanya kitalah yang bisa.

Update:
  1. The war on breasts: Where feminism and motherhood are forced to do battle
  2. Breast isn't always best