Tempo: Pekan ASI Sedunia, Pembatasan Susu Formula


Sumber: www.tempo.co

TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat dunia memperingati Pekan ASI Sedunia (World Breastfeeding Week) yang dipringati setiap tahun pada 1-7 Agustus. Pada peringatan yang ke-20 tahun ini, tema global yang diangkat adalah Understanding the Past, Planning for the Future. Bagaimanakah situasi pemberian ASI di Indonesia?

“Keadaannya belum cukup menggembirakan,” kata Direktur Bina Gizi Kementerian Kesehatan, Minarto, saat seminar menyambut Pekan ASI Sedunia di kantor Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Matraman, Jakarta.

Pembicara lain dalam kegiatan tersebut antara lain dokter spesialis anak dari RSCM Rosalina Dewi Roeslani.

Menurut Minarto, salah satu penyebab masih rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif adalah hebatnya promosi yang dilakukan produsen susu formula. “Pemasaran susu formula belum tertib dan melibatkan petugas maupun institusi kesehatan,” kata Minarto.

Praktek produsen atau distributor yang bekerja sama dengan bidan atau rumah sakit dalam melakukan promosi susu formula selama ini adalah hal yang umum terjadi. Sepulangnya dari rumah sakit atau bidan, si ibu diberi tas dengan logo dan berisi susu dengan merek tertentu. Untuk itu baru-baru ini pemerintah telah membatasi aktivitas promosi susu formula melalui Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang ASI Eksklusif.

PP tersebut diundangkan pemerintah sejak Maret lalu melalui proses yang tidak mudah. Saat temu media untuk mensosialisasikan PP tersebut pada Juni lalu, Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan, Slamet Riyadi Yuwono, bahkan mengatakan ada penentangan dari pihak produsen susu formula. “Prosesnya tidak mudah karena berhadapan dengan produsen susu formula yang sangat keras mencoba berbagai cara untuk mencegah lahirnya PP tentang ASI ini," kata Slamet saat itu.

Sejumlah larangan promosi susu formula diatur dalam peraturan pemerintah ini. Larangan itu antara lain produsen/distributor dilarang memberikan produk secara cuma-cuma, menawarkan produk langsung ke rumah-rumah, memberikan diskon atau bonus atas pembelian, menggunakan tenaga kesehatan untuk memberikan informasi tentang susu formula bayi, serta mengiklankan susu formula bayi, kecuali pada media cetak khusus tentang kesehatan dengan izin dari menteri.

Slamet menegaskan, hadirnya PP ASI Eksklusif ini adalah untuk memberikan jaminan atas hak bayi untuk mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan selama enam bulan pertama, kecuali atas indikasi medis. Selama masa itu, bayi hanya diberikan ASI tanpa diberi makanan tambahan lain. “ASI adalah makanan terbaik yang dianugerahkan Tuhan. Bohong kalau ada produsen susu formula yang bilang produknya bisa menjadi pengganti ASI,” kata Slamet.

Menurut dokter spesialis anak Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Rosalina Dewi Roeslani, ASI adalah makanan terbaik bagi bayi. ASI mampu menurunkan angka kematian pada bayi, menurunkan risiko terjadinya Otitis Media Akut (OMA), dan Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA). “Pemberian ASI eksklusif juga meningkatkan kecerdasan bayi, menurunkan insidensi obesitas, dan sejumlah keunggulan lainnya,” kata Rosalina.

Pentingnya dukungan pemberian ASI eksklusif bagi bayi seakan menjadi nyata dengan situasi gizi balita di Indonesia. Berdasarkan data Bappenas tentang pencapaian Millennium Development Goals Indonesia 2010, cuma 31 persen bayi di Indonesia yang mendapatkan ASI eksklusif. Tak heran bila status gizi balita di Indonesia masih cukup memprihatinkan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2010, terdapat 17,9 persen balita Indonesia yang mengalami gizi kurang; 35,6 persen balita pendek (stunting); serta 13,3 persen balita kurus; dan 14,2 persen balita menderita kegemukan.