Dukungan Ayah dalam Praktik Pemberian ASI Masih Minim

Jakarta, Kompas - Keterlibatan ayah dalam mendukung praktik pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif pada bayi di Indonesia masih sangat minim. Padahal, dukungan ayah sangat diperlukan agar pemberian ASI eksklusif bisa tercapai. Oleh karena itu, ayah sebaiknya jadi salah satu kelompok sasaran dalam kampanye pemberian ASI.

"Peran ayah dalam mendukung praktik pemberian ASI harus ditingkatkan," kata Judhiastuty Februhartanty saat memaparkan disertasinya untuk mendapat gelar doktor bidang nutrisi pada Universitas Indonesia, Selasa (8/1) di Jakarta. Dalam sidang itu, ia mendapat predikat cumlaude.

Tipe-tipe peran ayah meliputi mencari informasi soal pemberian ASI dan pemberian makanan bayi, terlibat dalam pembuatan keputusan akan pemberian makan anak, pemilihan tempat pemeriksaan kehamilan, persalinan, dan imunisasi. Ayah juga terlibat dalam kunjungan pemeriksaan kehamilan, bersikap positif pada pernikahannya, dan terlibat dalam berbagai kegiatan pengasuhan anak.

Sejauh ini, ayah kebanyakan hanya berperan dalam pemilihan tempat pemeriksaan kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan atau imunisasi. "Padahal, keterlibatan ayah mencari informasi mengenai pemberian ASI diketahui sebagai faktor paling berpengaruh terhadap praktik inisiasi menyusui segera," ujarnya.

Keterlibatan ayah dalam pembuatan keputusan mengenai cara pemberian makan anak serta sikap positif terhadap kehidupan pernikahannya merupakan dua faktor yang memengaruhi praktik pemberian ASI eksklusif.

Sementara partisipasi ayah pada kunjungan pemeriksaan kehamilan adalah faktor yang tak mendukung pemberian ASI.

Secara umum, ada beberapa faktor yang berasosiasi positif dengan peran ayah mendukung praktik pemberian ASI, antara lain memiliki satu anak, paparan terhadap media massa, komunikasi interpersonal, pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pemberian ASI, serta tingkat pendapatan dan pendidikan.

Namun, hidup dalam keluarga inti menyebabkan ayah tidak dapat menjalankan perannya dengan baik. Secara kultural, ada pembagian peran di mana ayah sebagai pencari nafkah dan urusan rumah tangga diurusi ibu atau istri. "Ini membuat ayah tidak terpapar informasi mengenai pentingnya pemberian ASI saat konsultasi kehamilan," ujarnya.

Judhi menyatakan, ayah sebaiknya jadi salah satu kelompok sasaran dalam kegiatan promosi atau kampanye pemberian ASI. Karena ayah dan ibu saling berkomunikasi, setiap kegiatan promosi harus ditujukan kepada mereka berdua sebagai satu kesatuan. Berbagai saluran informasi untuk dapat menyentuh ayah dalam promosi harus digunakan.

Ada beberapa informasi penting untuk ayah mencakup hal-hal terkait pemberian ASI, seperti tanda-tanda bayi telah cukup disusui juga menyangkut posisi menyusui, pelekatan dan tanda-tanda bayi lapar, serta proses memerah ASI bagi ibu bekerja. Sebelum melakukan intervensi pendidikan pada ayah, perlu diidentifikasi dan diminimalkan hambatan-hambatan yang dihadapi ayah untuk menjalankan perannya yang mendukung.(EVY)