Sensitif Jender soal Menyusui dan Membesarkan Anak

Belakangan ini, marak sekali tempat penitipan anak bagi ibu-ibu bekerja. Selain sangat meringankan kerja para ibu/bapak, juga tempat penitipan seperti ini biasanya menawarkan berbagai macam metode pendidikan anak usia dini. Ini juga merupakan dampak dari tren wanita bekerja, bagian dari emansipasi dan kesetaraan jender. Menarik lah, pokoknya.

Ibu-ibu bekerja, dan juga para bapak yang bekerja, akan mengalami situasi sulit kalau si anak masih kecil-kecil. Apalagi kalau balita yang masih ASI Eksklusif, maka para ibu punya kewajiiban memenuhi hak anak untuk mendapatkan yang terbaik untuk kesehatannya. Ibu berhak untuk memberikan ASI, berhak untuk menentukan bagaimana cara membesarkan anaknya.

Pemberian ASI, sudah menjadii bagian dari hak asasi, ketika konvensi hak anak menjamin agar anak-anak mendapat yang terbaik demi kesehatannya. Pasal 24 Koonvensi Hak Anak menyatakan dengan jelas bahwa bayi punya hak untuk menyusu, karena ASI adalah asupan terbaik bagi bayi baru lahir, yang menentukan kelangsungan hidupnya kelak.

Persoalannya kemudian, ibu-ibu punya hak juga untuk bekerja, membangun karir, dan mencapai sesuatu bagi cita-citanya. Kalau ibu bekerja, bapak bekerja, lalu bagaimana tempat bekerja mereka ini seharusnya mendukung upaya-upaya pemenuhan hak asasi bagi anak-anaknya? Kalau tempat bekerja mereka ini menutup kemungkinan para ibu dan bapak untuk dapat memenuhi hak asasi anak, maka tempat bekerja ini sama dengan melanggar hak asasi. Nah lho...

Banyak ahli jender yang menyatakan, seharusnya ada kelonggaran bagi para ibu, atau bahkan para bapak yang istrinya bekerja. Misalnya, selama 6 bulan, maka para suami-istri yang bekerja ini berhak mendapat kesempatan untuk bekerja paruh waktu di kantornya. Sisa waktu bisa digunakan untuk mengurus anak. Paling tidak 6 bulan, selama ASI Eksklusif berlangsung untuk si anak.

Meski ibu bekerja bisa juga menggunakan ASI perah untuk si bayi, tapi biar bagaimanapun kontak fisik jauh lebih penting demi perkembangan anak. Wacana ini mungkin sesuatu yang baru dan perlu perjuangan agar bisa disepakati menjadi aturan ketenagakerjaan. Jadi, bukan saja Perda ASI yang perlu diperjuangkan, tetapi juga sensitifitas kita terhadap orang tua yang berkewajiban momong anaknya.