Sejumlah Elemen Tolak Pengesahan RUU Kesehatan | Kamis, 20 Agustus 2009 | 21:19 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com- Rencana yang akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kesehatan bulan ini sepertinya akan tertunda. Klausul yang menyatakan tenaga kesehatan dapat memberikan susu formula bayi untuk memenuhi kebutuhan bayi rupanya menjadi perdebatan.
Klausul yang terdapat dalam pasal 88 dan 89 itu menimbulkan reaksi. Pencantuman kata susu formula dianggap tidak tepat dan justru membuat masyarakat salah pengertian. Oleh karena itu, Gabungan Lembaga dan Masyarakat Peduli ASI menolak dengan tegas RUU tersebut.
"Tidak usah disebutkan bagaimana cara memperbaiki gizi baik. Yaitu dengan makanan seimbang, bukan 4 sehat 5 sempurna. Pasal (itu) buat salah kaprah," ujar DR. dr. Sri Durdjati Boedihardjo, SPGK, PhD, IBCL, dari Perhimpunan Perinatologi Indonesia, dalam konfrensi pers penolakan RUU Kesehatan, di Hotel Millenium, Jakarta, Kamis (20/8).
Ia menuturkan, penyebutan susu formula dalam suatu Undang-undang sama saja dengan penyebutan suatu jenis obat, dan hal tersebut tidak dibenarkan. Klausul tersebut juga akan menimbulkan kerancuan, masyarakat akan mengidolakan susu formula.
"Padahal pemberian susu formula bukan hal yang tepat untuk menyembuhkan mal nutrisi. Donasi dari ibu akan jauh lebih baik," kata dia.
Dokter Utami Rusli, SpA, MBA, IBCLC dari sentra laktasi menambahkan, justru susu formula yang menjadi penyebab gizi buruk pada anak. Pemakaian susu formula bagi anak tidak tepat. Susu formula hanya cocok bagi anak sapi," katanya,
Selain mempermasalahkan klausul penggunaan susu formula untuk memenuhi kebutuhan bayi, Gabungan Lembaga dan Masyarakat Peduli ASI juga meminta DPR mencabut penjelasan pasal 88 ayat (2) yang berbunyi Pemberian air susu ibu dapat berupa pemberian ASI ekslusif dan non eksklusif.
Pasalnya penjelasan tersebut bertentangan dengan SK Menteri Kesehatan No: 450 /MENKES/SK/IV/2004 yang menetapkan pemberian ASI secara ekslusif sejak lahir sampai dengan berumur enam bulan.
Mia Susanto, Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia mengatakan, terdapat kejanggalan pada klausul tersebut. Pasalnya pada draft awal RUU kesehatan, tidak dicabtumkan mengenai penggunaan susu formula untuk memenuhi kebutuhan gizi. Draft tesebut baru muncul pada bulan Juni.
Pekan depan Gabungan Lembaga dan Masyarakat Peduli ASI, rencananya akan bertemu dengan Komisi IX DPR RI untuk menyampaikan keberatan mereka. "Diharapkan usulan kita akan lolos, atau paling tidak pengesahan RUU tersebut akan dipending sampai DPR periode selanjutnya," harap Mia.
Lihat juga: