ASI tak Tergantikan Susu Formula

Photo: Courtesy of Children's Hospital, Islamabad, Pakistan.


Jakarta, Kompas (12/08/2000). Meski banyak susu formula dibuat dengan komponen semirip mungkin dengan air susu ibu (ASI), ASI tetap tak tergantikan. Antibodi untuk kekebalan tubuh dan pelbagai enzim yang terkandung dalam ASI untuk membantu penyerapan seluruh zat gizi belum bisa ditiru pada susu formula. Hal itu ditekankan Direktur Lembaga Peningkatan Penggunaan ASI RS St Carolus dr Utami Rusli SpA MBA dalam percakapan dengan Kompas, Jumat (11/8).

Menurut Utami, komponen dalam ASI sangat spesifik, disiapkan untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan bayi. ASI mengandung antibodi (zat kekebalan tubuh) yang merupakan perlindungan alami bagi bayi baru lahir.

"Ibu yang sakit tetap bisa menyusui anak, karena dalam ASI terkandung antibodi untuk melawan penyakit yang bersangkutan. Yang tidak dianjurkan menyusui hanya ibu HIV positif," ujar Utami.

ASI juga meningkatkan IQ anak. "Penelitian di Eropa menunjukkan, anak-anak usia 9,5 tahun yang mendapat ASI eksklusif mempunyai IQ 12,9 poin lebih tinggi daripada anak seusia yang tidak mendapat ASI eksklusif," tutur Utami.

Zat serupa dalam ASI yang penting untuk perkembangan otak, DHA (docosa hexanoic acid) dan AA (arachidonic acid), kini dicampurkan ke susu formula. Namun, zat itu belum tentu bisa diserap tubuh bayi.

"ASI selain mengandung zat-zat itu juga dilengkapi dengan enzim untuk menyerap, yaitu lipase. Hal ini belum bisa ditiru susu formula, karena enzim rusak jika dipanaskan," tuturnya.

Peran lain dari ASI yaitu soal EQ (kemampuan sosialisasi) anak. Kedekatan dengan ibu waktu mendapat ASI, membuat anak merasa aman dan disayang, rupanya berpengaruh dalam perkembangan emosi anak. Para ahli yang concern terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak bersama Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Dana PBB untuk Anak (Unicef) pada tahun 1990 di Innocenti, Italia, mendeklarasikan ASI sebagai makanan tunggal yang mampu memenuhi kebutuhan manusia untuk tumbuh selama enam bulan pertama kehidupannya.

Belum benar

Meski banyak ibu di Indonesia menyusui, demikian Utami, tidak semua melakukan dengan benar. Ada yang memberi makanan padat atau menyelingi dengan susu formula sebelum bayi berusia empat atau enam bulan.

Manfaat ASI itu sejak beberapa tahun ini dicoba untuk dikampanyekan di Indonesia. "Antara lain lewat program Rumah Sakit Sayang Ibu, Rumah Sakit Sayang Bayi, Tempat Kerja Bersahabat bagi Ibu. Sebagai anggota World Alliance Breastfeeding Action setiap tanggal 1-7 Agustus dilakukan kegiatan Pekan ASI Sedunia," demikian Utami.

Tahun ini temanya "Menyusui Adalah Hak Asasi". Hak asasi bagi ibu untuk memberi ASI dan hak asasi bagi bayi untuk mendapat zat gizi terbaik. Berkaitan dengan itu lingkungan tempat kerja didorong untuk menyediakan Pojok ASI serta kemudahan ibu untuk memberi ASI eksklusif, peningkatan peranserta bapak, serta penyuluhan tentang ASI dan manajemen laktasi. Sementara pemerintah didorong membatasi promosi susu formula.

Menurut Evy Douren dari Koalisi Perempuan Indonesia yang ikut bergiat dalam Pekan ASI, Pojok ASI adalah ruang yang nyaman dan privat bagi ibu untuk mengeluarkan ASI selama bekerja. ASI itu kemudian disimpan dalam botol dan dimasukkan dalam lemari es atau termos untuk diberikan pada bayi. "Selama ini para ibu mengeluarkan ASI di toilet. Ini kan menyedihkan," ujarnya.

Sementara itu Asisten Deputi II Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Menneg PP) dr Lenggang Kencana menuturkan, sejak tahun lalu Kantor Menneg PP minta Departemen Tenaga Kerja untuk memasukkan penyediaan Pojok ASI sebagai salah satu kriteria penilaian prestasi perusahaan.

"Hal ini perlu agar pabrik yang memiliki banyak pekerja perempuan, menyediakan ruang dan memberi kesempatan pekerja perempuan mengeluarkan ASI, setidaknya dua kali 15 menit selama jam kerja," tuturnya.

Selain itu, Kantor Menneg PP juga mengadvokasi departemen lain untuk menyediakan Pojok ASI di lingkungannya. Namun, sampai saat ini belum banyak mendapat sambutan. (atk)

Sumber: Kompas, 12 Agustus 2000