Ayo Ayah, Dukung Ibu memberi ASI!

Berikut kutipan dari Sinar Harapan, mengenai peran Ayah dalam menyusui. Ayo Ayah, dukung dong Ibu menyusui bayi kita!

Campur Tangan Suami, Hasilkan ASI Lebih Banyak

JAKARTA - Kondisi emosi yang stabil menentukan tingkat produksi ASI yang dihasilkan ibu. Kestabilan emosi tersebut, bisa diraih bila sang ayah turut mendukung. Dengan memfasilitasi segala kebutuhan ibu yang sedang menyusui.

Seharusnya proses pemberian susu pada bayi melibatkan tiga hubungan insani. Ibu yang memberikan ASI, si anak yang diberikan dan ayah sebagai penyeimbang hubungan. Namun pada kenyataannya banyak kaum ayah yang merasa tidak terlibat dalam proses sosial ini. Cenderung menyerahkan segala urusan pemberian ASI anak pada ibunya saja. Dan merasa tidak perlu ikut campur dalam proses ini.

“Padahal keterlibatan seorang ayah dalam proses ini akan memberi motivasi ibu untuk menyusui. Jika ibu sudah memiliki motivasi dan optimistis bisa menyusui, air susu pun akan berhamburan,” demikian dikatakan dr Utami Roesli MD (Ped) MBA, Ketua Indonesia Breastfeeding Center, di Jakarta, awal pekan.

Menurutnya, banyak kondisi produksi ASI seorang ibu dikarenakan oleh kondisi emosi seorang ibu. Pada tahap inilah keterlibatan seorang ayah berperan. Hingga apabila seorang ayah mampu memperlihatkan rasa sayang dan perhatian terhadap ibu dan anak, bisa mengakibatkan seorang ibu merasa lebih nyaman dan menghasilkan ASI yang berlimpah.

Namun kenyataan yang ada sekarang ini justru malah kebalikannya. “Banyak ibu sekarang tidak menyusui bayinya karena merasa ASI yang diproduksinya tidak cukup banyak, encer, atau malah tidak merasa keluar sama sekali,” tukas Utami. Padahal menurutnya, bila mengutip dari penelitian WHO, hanya ada satu dari 1.000 orang ibu yang tidak menyusui.

Masalah
Berbagai masalah mungkin saja timbul selain dari faktor ibu yang menolak memberi ASI. Seperti masalah seorang bayi yang tidak bisa menghisap, atau ibu yang merasa tak nyaman, lainnya seperti kasus ayah dan lingkungan yang tak mendukung. Namun tetap Utami menyatakan bahwa hampir tidak mungkin seorang ibu tidak mampu menyusui bayinya. “Seekor marmut yang kecil pun mampu menyusui sampai 12 ekor anaknya,” tambahnya memberikan contoh. Jadi menurutnya ASI itu memang diproduksi sesuai dengan kebutuhannya.

Menurut Utami lagi, bahwa pemberian susu ini tidak akan bermasalah bila dari awal proses pemberiannya tidak dihalangi. Seperti kasus banyaknya rumah sakit yang memberikan susu formula dengan dot buatan kepada bayi yang baru lahir, pada kelanjutannya menyebabkan bayi tidak mau menghisap ASI, karena terasa tidak mengenal puting susu ibu.

“Bahkan di Swedia pernah ada penelitian. Ada seorang bayi yang baru dilahirkan dan dipotong tali pusatnya. Bayi tersebut akan ditaruh di atas perut ibunya tanpa dimandikan. Ternyata, si bayi secara naluriah akan merangkak menuju puting susu ibu, dan tak sampai 20 menit si anak sudah mencapai daerah dada si ibu. Dan tak sampai 50 menit, si anak sudah menyusui,” cerita Utami lagi. Ini menunjukkan betapa proses pengenalan pertama seorang bayi pada ASI sudah seharusnya tak dihalangi. Kasus seorang anak yang lahir karena operasi caesar yang langsung dimandikan, akan menghilangkan refleksnya meminum susu hingga 100 persen besarnya.

Hormon
Teknik memberikan susu juga seharusnya diberitahukan kepada ibu dengan benar. Seperti pengajaran kepada bayi tentang bagaimana menyusu yang optimal. Bayi harus diajarkan bahwa menyusu haruslah memasukkan seluruh daerah kecokelatan pada puting susu ke mulut bayi. Sebab jika bayi hanya menghisap melalui puting susunya saja, maka ASI yang keluar hanya sedikit sekali.

Jangan takut kehabisan produksi susu, karena pabrik susu melalui hormon alveoli akan segera menghasilkan lagi. Alveoli yang berbentuk bulat dan bergerombol seperti anggur, dikelilingi otot yang disebut myoepithel. Otot myoepithel inilah yang nantinya akan memompa ASI keluar dari alveoli dan berkumpul di gudang ASI, di bagian bawah payudara.

Masalahnya otot myoepithel biasanya sangat bergantung pada hormon oksitosin yang dikirim otak. Jika hormon ini keluar, maka otot akan bekerja. Sedangkan oksitosin akan keluar hanya bila ibu merasa dalam kondisi tenang dan nyaman. Di mana kondisi itu dapat tercapai bila seorang ayah turut membantu di dalam prosesnya. “Biasanya hormon tersebut disebut hormon kasih sayang. Karena bisa tercipta dari kasih sayang yang diberikan suami kepada istrinya,” ucap Utami lagi.

Selain memberikan perhatian kepada istri, peran suami juga berlaku pada hal lain. Seperti menggendong anak, atau menggantikan popok, menyendawakan, memandikan, memijat atau hal seperti meringankan ibu dalam urusan rumah tangga, secara tak langsung juga memberikan perasaan nyaman pada sang istri. Karena tiap keluarga pasti menginginkan bayi sehat, yang bisa capai dengan memberikan ASI padanya pada saat kecil.

Apabila ada keluarga yang menginginkan menyimpan ASI dalam jumlah banyak sebagai persediaan. Hal tersebut juga sebenarnya bisa dilakukan. “Sebaiknya ASI disimpan dalam botol berbahan stainless steel. Namun, jika tak ada bisa juga memakai botol plastik atau kantong plastik. Kalau bisa botol diberikan tanggal di bagian luarnya, agar bisa menentukan ASI yang mana yang harus lebih dahulu diberikan. Jika akan dipakai, kalau bisa ASI dihangatkan dahulu dengan merendamnya dalam air panas. Jangan merebus langsung ASI di dalam panci, karena akan ada zat antibodi yang rusak,” urai Utami.

Untuk ASI simpanan yang tersisa, sebaiknya segera dibuang saja. Dan harus diingat jangan memberikan ASI dengan menggunakan botol susu, tetapi lebih disarankan menggunakan sendok. (SH/str-sulung prasetyo)